Pameran Place
Juli 7 - 13, 2012
‘Tempat’ (place) adalah sebuah titik (locus) pada ruang yang
terdefinisikan dari hadirnya manusia berkegiatan. Arsitek, melalui kepekaan dan
daya kritisnya, membaca lapisan
rajutan-rajutan teks dari ruang sebagai potensi hadirnya sebuah tempat.
Arsitek, melalui kepekaan dan daya kritisnya lagi, memberdayakan material untuk mengungkap, mengartikulasi, dan
mengomposisi lapisan rajutan teks tersebut menjadi sebuah tempat.
Pameran Place ini akan memperlihatkan beberapa karya
mahasiswa dari lima studio dan sebuah mata kuliah yang berupaya menunjukkan
bagaimana sederhana atau kompleksitas terbacanya lapisan rajutan teks tersebut
(konteks) mempengaruhi arsitektur yang hadir. Sebuah kenangan/ romantisme
terhadap kualitas sebuah tempat dapat menjadi daya yang kuat untuk merancang
arsitektur.
Kondisi iklim/ geografis mempengaruhi sumber daya material,
pasti langsung mempengaruhi tektonika dari arsitektur tersebut. Pada tataran
kota, lapisan teks sosial, ekonomi, dan politik jelas tak bisa dihindari
menjadi rajutan yang harus dengan peka dan kritis dibaca oleh arsitek dalam
merencanakan dan merancang sebuah arsitektur dalam ruang.
Pameran MAKING
Juli 14 - 22, 2012
“The scale model machine extends the architect’s own modest
ability to measure the perceived chaos of the unknown. The scale mode is our
modest mode in which the manner is measured”
Albert Smith
Architectural Model as Machine
Membuat adalah persoalan memindahkan apa yang ada di pikiran
menjadi nyata pada dunia indera, untuk menjembataninya, sebuah medium selalu
dibutuhkan, medium tersebut adalah scale model.
Dalam subtema pameran ini, melalui scale model yang mereka
hasilkan mahasiswa Arsitektur UPH dari tiga studio berbeda ingin menunjukkan
dua peran sebuah model (modus). Pertama, ia dapat berperan sebagai penengah
(modest) antara pikiran dan dunia; antara apa yang sudah diketahui dan yang
belum diketahui; antara apa yang diinginkan dengan segala konsekuensi yang tak
terduga.
Kedua, model juga berfungsi sebagai alat ukur atau pencari
(modulus), untuk mengetahui berbagai peluang yang tak terpikirkan sebelumnya.
Scale model tersebut mendemonstrasikan sejauh mana pemikiran dan menggunakan
metode analog dan digital, memahami material dan konstruksi, serta bentuk dan fungsi. Hadirnya 3 studio
dengan titik berangkat yang berbeda ini menunjukkan kesatuan kronologis cara
berpikir dalam membuat. Mana yang lebih dulu? Mungkin hanya dapat dijawab oleh
mereka yang pernah mengalaminya.
Pavillion Project
Juli 7 - 22, 2012
The Pavilion Project adalah proyek yang diprakarsai oleh
mahasiswa arsitektur UPH dan dibimbing oleh staf pengajar jurusan arsitektur.
Projek berbasis bengkel eksperimen ini dijadwalkan secara teratur sepanjang
semester dari Januari sampai Mei 2012.
Proyek tahun ini bertujuan untuk melakukan percobaan pada
penggunaan mesin lasercutter, maka workshop desain ini mengeksplorasi berbagai
kemungkinan bentuk yang dapat dicapai melalui modul-modul planar. Workshop ini
juga menjajaki kelayakan material dan sambungan, dan bertujuan untuk menemukan
cara yang paling efisien untuk mencapai desain yang spesifik melalui penggunaan
perangkat Grasshopper, dan batas kapasitas mesin lasercutter (dengan
menggunakan kayu multipleks 9 mm).
Desain akhir mengekspresikan susunan modul planar ke ruang
volumetrik. Modul-modul metaballs melengkapi instalasi ini dan dihasilkan
dengan teknik pemetaan perangkat Grasshopper.
Personal Space Installation
Juli 7 - 22, 2012
Pada studio ini, model merepresentasikan bagaimana
eksplorasi mahasiswa menggunakan alat analog. Segala macam permasalahan olah
bentuk mereka hadapi saat itu juga tanpa perantara, seperti sambungan,
material, dimensi dan bobot, serta masalah lainnya. Tujuan dari studio ini
adalah melatih kepekaan indera mahasiswa akan bentuk - fungsi - material.
Tindakan visualisasi adalah tindakan pasif dan merupakan
bakat dasar yang mempengaruhi indera dan keadaan pikiran (kreativitas). Oleh
karena itu, ia juga mempengaruhi tubuh secara langsung dan menggairahkan indera.
Jika arsitektur, dilihat sebagai objek yang diinginkan oleh indera, maka proses
membuat harus dilibatkan dalam proses berarsitektur. Dalam konteks ini, proses
membuat menjadi sebuah proyeksi visual dan medium desain yang mana ia dapat
memperluas spektrum visual untuk dalam pengembangan ide dan cara berpikir.
Tema pameran ini menyarankan proses membuat sebagai komponen
dalam proses mengubah ide menjadi benda nyata melalui eksplorasi yang terus
menerus. Dasar pembuatan itu sendiri adalah kritik-diri dan produk-produknya
adalah kualitas yang berakar pada alam bawah sadar indera tubuh dan pikiran.
Text by Andreas Wibisono, Stanley Wangsadihardja, Dani Hermawan and Hafiz Amirrol