Wednesday, 4 July 2012

Place.MAKING as an Architectural Pedagogy Agenda



Pameran Place
Juli 7 - 13, 2012

‘Tempat’ (place) adalah sebuah titik (locus) pada ruang yang terdefinisikan dari hadirnya manusia berkegiatan. Arsitek, melalui kepekaan dan daya kritisnya,  membaca lapisan rajutan-rajutan teks dari ruang sebagai potensi hadirnya sebuah tempat. Arsitek, melalui kepekaan dan daya kritisnya lagi,  memberdayakan material untuk mengungkap, mengartikulasi, dan mengomposisi lapisan rajutan teks tersebut menjadi sebuah tempat.

Pameran Place ini akan memperlihatkan beberapa karya mahasiswa dari lima studio dan sebuah mata kuliah yang berupaya menunjukkan bagaimana sederhana atau kompleksitas terbacanya lapisan rajutan teks tersebut (konteks) mempengaruhi arsitektur yang hadir. Sebuah kenangan/ romantisme terhadap kualitas sebuah tempat dapat menjadi daya yang kuat untuk merancang arsitektur.

Kondisi iklim/ geografis mempengaruhi sumber daya material, pasti langsung mempengaruhi tektonika dari arsitektur tersebut. Pada tataran kota, lapisan teks sosial, ekonomi, dan politik jelas tak bisa dihindari menjadi rajutan yang harus dengan peka dan kritis dibaca oleh arsitek dalam merencanakan dan merancang sebuah arsitektur dalam ruang.

Pameran MAKING
Juli 14 - 22, 2012

“The scale model machine extends the architect’s own modest ability to measure the perceived chaos of the unknown. The scale mode is our modest mode in which the manner is measured”
Albert Smith
Architectural Model as Machine

Membuat adalah persoalan memindahkan apa yang ada di pikiran menjadi nyata pada dunia indera, untuk menjembataninya, sebuah medium selalu dibutuhkan, medium tersebut adalah scale model.

Dalam subtema pameran ini, melalui scale model yang mereka hasilkan mahasiswa Arsitektur UPH dari tiga studio berbeda ingin menunjukkan dua peran sebuah model (modus). Pertama, ia dapat berperan sebagai penengah (modest) antara pikiran dan dunia; antara apa yang sudah diketahui dan yang belum diketahui; antara apa yang diinginkan dengan segala konsekuensi yang tak terduga.

Kedua, model juga berfungsi sebagai alat ukur atau pencari (modulus), untuk mengetahui berbagai peluang yang tak terpikirkan sebelumnya. Scale model tersebut mendemonstrasikan sejauh mana pemikiran dan menggunakan metode analog dan digital, memahami material dan  konstruksi, serta bentuk dan fungsi. Hadirnya 3 studio dengan titik berangkat yang berbeda ini menunjukkan kesatuan kronologis cara berpikir dalam membuat. Mana yang lebih dulu? Mungkin hanya dapat dijawab oleh mereka yang pernah mengalaminya.

Pavillion Project
Juli 7 - 22, 2012

The Pavilion Project adalah proyek yang diprakarsai oleh mahasiswa arsitektur UPH dan dibimbing oleh staf pengajar jurusan arsitektur. Projek berbasis bengkel eksperimen ini dijadwalkan secara teratur sepanjang semester dari Januari sampai Mei 2012.

Proyek tahun ini bertujuan untuk melakukan percobaan pada penggunaan mesin lasercutter, maka workshop desain ini mengeksplorasi berbagai kemungkinan bentuk yang dapat dicapai melalui modul-modul planar. Workshop ini juga menjajaki kelayakan material dan sambungan, dan bertujuan untuk menemukan cara yang paling efisien untuk mencapai desain yang spesifik melalui penggunaan perangkat Grasshopper, dan batas kapasitas mesin lasercutter (dengan menggunakan kayu multipleks 9 mm).

Desain akhir mengekspresikan susunan modul planar ke ruang volumetrik. Modul-modul metaballs melengkapi instalasi ini dan dihasilkan dengan teknik pemetaan perangkat Grasshopper.

Personal Space Installation
Juli 7 - 22, 2012

Pada studio ini, model merepresentasikan bagaimana eksplorasi mahasiswa menggunakan alat analog. Segala macam permasalahan olah bentuk mereka hadapi saat itu juga tanpa perantara, seperti sambungan, material, dimensi dan bobot, serta masalah lainnya. Tujuan dari studio ini adalah melatih kepekaan indera mahasiswa akan bentuk - fungsi - material.

Tindakan visualisasi adalah tindakan pasif dan merupakan bakat dasar yang mempengaruhi indera dan keadaan pikiran (kreativitas). Oleh karena itu, ia juga mempengaruhi tubuh secara langsung dan menggairahkan indera. Jika arsitektur, dilihat sebagai objek yang diinginkan oleh indera, maka proses membuat harus dilibatkan dalam proses berarsitektur. Dalam konteks ini, proses membuat menjadi sebuah proyeksi visual dan medium desain yang mana ia dapat memperluas spektrum visual untuk dalam pengembangan ide dan cara berpikir.

Tema pameran ini menyarankan proses membuat sebagai komponen dalam proses mengubah ide menjadi benda nyata melalui eksplorasi yang terus menerus. Dasar pembuatan itu sendiri adalah kritik-diri dan produk-produknya adalah kualitas yang berakar pada alam bawah sadar indera tubuh dan pikiran.

Text by Andreas Wibisono, Stanley Wangsadihardja, Dani Hermawan and Hafiz Amirrol

No comments:

Post a Comment

Search